Korupsi, ya kata korupsi sudah tidak asing lagi di negara ini, negara yang disebut dengan negara agraris, dan sering disebut sebagai biodiversity, kekayaan alam yang melimpah, potensi sumber daya alam yang tinggi, tapi kenyataannya negara ini miskin, kemiskinan adalah salah satu masalah terbesar di negara ini, yaitu Indonesia. Julukan yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin memang terjadi di negara ini. Mengapa? Kasus Korupsi lah yang menjadi alasan kenapa negara ini selalu miskin, dan negara ini disebut sebagai negara dunia ketiga, tidak mau maju seperti negara-negara lainnya, negara ini masih diselimuti oleh keegoisan para penguasa, hanya mementingkan diri sendiri. Indonesia pun akhirnya masuk kedalam nominasi korupsi terbesar di dunia, bayangkan saja birokrasi di Indonesia sudah bukan untuk melayani masyarakat atau sebagai alat untuk menyejahterakan masyarakat, tetapi nyatanya birokrasi hanya dijadikan sebagai pencarian jabatan, mencari status atau pangkat yang tinggi untu menghasilkan uang yang banyak demi menghidupi keluarganya, bukan menghidupi masyarakat secara keseluruhan. Tak heran apabila banyak dari keluarga-keluarga yang dikatakan sebagai “wakli rakyat” terjebak oleh kasus korupsi.
Sebenarnya korupsi itu sudah melekat pada setiap masyarakat Indonesia, tidak hanya berbentuk uang saja, Contoh yang dapat kita lihat sehari-hari, banyak sekali mahasiswa yang keluar kelas saat jam kuliah masih berlangsung. Mereka menggunakan jam kuliah mereka hanya untuk sekedar mengisi perut atau yang lain. Sebagian besar alasan mereka melakukan hal tersebut karena kurangnya waktu senggang sehingga mereka menggunakan jam kuliah hanya untuk hal-hal yang tidak begitu penting. Secara tidak langsung, mereka tak menghormati Dosen yang mengajar. Sebagai mahasaiswa, seharusnya mereka harus lebih pintar mengatur waktu yang ada sehingga jam kuliah tidak terganggu. Selain itu, bolos juga termasuk salah satu bentuk korupsi waktu. Memang tidak begitu banyak yang melakukan hal ini, namun bukan berarti tidak ada. Beberapa mahasiswa ada yang pernah membolos dalam suatu mata kuliah. Padahal disini mereka membayar biaya pendidikan, tapi mereka malah menikmatinya bukan merasa rugi karena telah menyia-nyiakan waktu kuliah dan biaya yang telah di keluarkan. Sulit rasanya untuk menyadarkan mereka bahwa kuliah lebih penting daripada sekadar hanya nongkrong bersama teman-teman mereka. Ya, memang benar teman adalah sebagai aset kita, namun kita juga harus pandai-pandai mengatur waktu. Jangan sampai kita membolos hanya untuk alasan yang tidak begitu penting.
Seperti itulah generasi muda zaman sekarang. Lebih suka berhura-hura daripada belajar dengan serius. Mereka lebih mementingkan kesenangan sesaat yang mungkin bisa berpengaruh buruk untuk masa depan. Jadi, tidaklah heran jika banyak mahasiswa yang telat masuk, keluar kelas saat masih jam kuliah berlangsung, bahkan tidak sedikit yang membolos. Tak bisa di pungkiri, semua jiwa muda pasti seperti itu, suka tantangan dan senang-senang. Mereka akan merasa ‘keren’ jika absen mereka banyak yang kosong. Mereka dengan bangganya bertukar cerita dengan teman-teman yang sama-sama suka ‘tantangan’.
Padahal tantangan yang sebenarnya bukanlah membolos atau datang terlambat. Tantangan sebenarnya adalah dunia kerja di luar sana. Seharusnya kita rajin datang kuliah dan hadir tepat waktu, menyimak penjelasan Dosen dengan baik dan selalu mengerjakan tugas yang di berikan dengan tepat waktu. Hal ini adalah jalan untuk kita menjawab tantangan yang sebenarnya. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda harus menyadari hal ini. sayang sekali, banyak dari kita tidak memahaminya.
Saya heran, banyak mahasiswa yang rela turun ke jalan untuk menindas korupsi, tetapi mereka tidak bercermin kepada dirinya sendiri, apakah dia pun korupsi atau tidak? Korupsi itu lah yang sudah melekat dan menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia, makanya tidak heran apabila pejabat pejabat nya pun seperti itu.
Lalu apa yang harus dilakukan untuk bisa meminimalisir korupsi? Saya tidak bisa mengatakan menghilangkan korupsi, karena itu adalah sesuatu yang sulit dengan harus mengubah pemikiran banyak orang, adanya revolusi mental pun tidak bisa secara instan, perlu proses yang panjang. Makanya saya hanya bisa berkata meminimalisir korupsi, apabila berhasil barulah bisa menghilangkan korupsi dari negara ini. Jadi menurut sumber yang diperoleh pemerintah harus menjadi katalisator, milik masyarakat, digerakan misi, berorientasi hasil, berorientasi pelanggan, wirausaha, antisipatif, desentralisasi, berorientasi pasar dan semua menjadi satu.
Tetapi saya kurang setuju adanya desentralisasi, adanya desentralisasi malah menyebabkan timbulnya masalah korupsi baru, karena desentralisasi itu merupakan penyerahan kekuasaan kepada daerah. Saat sentralisasi saja sudah banyak meninmbulkan kasus korupsi apalagi saat diserahkan kepada daerah, korupsi semakin sulit teridentifikasi. Contoh kasus saat zaman Soeharto, korupsi yang terjadi hanya 10%, dan 90% untuk rakyat, itu adalah masih zamannya sentralisasi, dan sekarang ada kebijakan baru yaitu adanya desentralisasi menjadi terbalik 10% untuk rakyat dan 90% untuk di korupsi, karena birokrasinya yang terlalu panjang.
Indonesia ini terlalu manja, tidak adanya ketegasan, hukuman-hukuman yang ada tidak membuat efek jera, hukuman ini asal menghukum saja, asalkan dia sudah dihukum, untuk para koruptor hukuman yang diberikan tidak terlalu berat, bahkan hukuman yang diberikan lebih ringan dari pada orang yang mencuri ayam tetangga. Beda saat zamannya Soeharto yang selalu bunuh, orang yang di nyatakan salah langsung dibunuh, orang yang melakukan korupsi langsung dibunuh, kecuali kerabat dan keluarganya yang korupsi.